Kalimat pendeta Kijne itu seperti sudah melekat di sanubari sebagian besar masyarakat Papua. Kalimat tersebut diartikan sebagai sebuah anjuran bahwa kejujuran sangat dipentingkan dalam bekerja untuk Papua. Karena kalau bekerja jujur dan mampu mendengar bisikan nurani orang Papua, ia akan mendapatkan banyak hikmat.
Ada dua nama non-Papua, sebelum muncul nama Joko Widodo, yang melekat dihati masyarakat Papua hingga saat ini. Keduanya dinilai bekerja dengan hati. Mereka adalah orang Jawa Timur, yakni Gus Dur dan Acub Zainal. Dua nama ini melekat di hati masyarakat Papua hingga saat ini.
Penanganan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur terhadap Papua, saat jadi Presiden ke-4 RI, dipuji banyak pihak bahkan warga Papua sendiri. Dan pada masanya, tak ada gejolak berarti di Bumi Cenderawasih.
Dalam kepemimpinan yang singkat 1999-2001, Gus Dur meninggalkan bekas mendalam bagi orang Papua. Dua bulan selepas dilantik atau tepatnya 30 Desember 1999 Gus Dur berkunjung ke Papua, ketika itu disebut Irian Jaya.
Gus Dur berani membuka ruang dialog yang semula tertutup, termasuk dengan pimpinan gerakan Papua Merdeka. Gus Dur memprioritaskan untuk membangun rasa saling percaya dengan rakyat Papua.
“Pada 30 Desember 1999 dimulai jam 8 malam dialog dengan berbagai elemen dilakukan di gedung pertemuan gubernuran di Jayapura. Meskipun dengan cara perwakilan, tetapi banyak sekali yang datang karena penjagaan tidak ketat,” demikian dikutip dari artikel NU Online berjudul Alasan Gus Dur Ubah Nama Irian Jaya Menjadi Papua.
Dalam dialog itu Gus Dur mempersilakan mereka yang hadir untuk berbicara. Ada beragam pendapat, dari keras menuntut kemerdekaan sampai yang memuji pemerintah. Setelah semua pendapat diungkapkan, baru Gus Dur merespons. Dalam salah satu responsnya Gus Dur bahkan mengungkapkan keputusannya untuk mengubah nama Irian Jaya jadi Papua.
Sebab pertama, menurut Gus Dur nama Irian itu jelek. Kata itu berasal dari bahasa Arab yang artinya telanjang (Urryan). Dulu ketika orang-orang Arab datang ke pulau itu dan menemukan masyarakatnya masih telanjang, sehingga disebut Irian.
Sebab kedua, dalam tradisi orang Jawa kalau punya anak sakit-sakitan, sang anak akan diganti namanya supaya sembuh. “Biasanya sih namanya Slamet. Tapi saya sekarang ganti Irian Jaya menjadi Papua." ujar Gus Dur menambahkan.
Perubahan nama Irian jadi Papua menjadi salah satu cara Gus Dur mengembalikan harkat martabat masyarakat Papua sebagai sesama warga bangsa Indonesia. Selanjutnya, Gus Dur juga memperbolehkan pengibaran bendera Bintang Kejora sebagai identitas bendera kultural Papua.
Gus Dur juga membantu membiayai penyelenggaraan kongres rakyat Papua. Cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari itu pun melarang pendekatan represif dan lebih mengedepankan pendekatan humanis kepada masyarakat Papua.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1567994001_Acub_Zainal.jpg" style="height:248px; width:300px" />
Acub Zainal mantan Pangdam dan Gubernur Irian Jaya yang membangun olahraga di Papua termasuk Persipura. Foto: Jubi/dam
Satu lagi nama yang dikenal adalah Acub Zainal. Ia adalah sosok tentara. Mantan Pangdam XVII Cendrawasih. Acub juga pernah menjadi Gubernur Irian Jaya 1973-1975. Kendati hanya dua tahun memimpin Provinsi Irian Jaya, Acub Zainal dianggap sehati dengan Papua.
Acub bahkan membuat gebrakan yang dianggap bertentangan dengan Pemerintah Pusat, Jakarta. Tapi mungkin itu hanya bagian kecil saja yang sehati dengan masyarakat Papua. Karena yang jelas, Acub mau menyelami isi hati masyarakatnya.
Acub membangun harga diri bagi orang Papua salah satunya dengan membangun klub sepak bola kebanggaan. Eksibisi antara Persipura dengan timnas PNG berakhir gemilang untuk tim Persipura. Itu menjadi sebuah monument tak terhapus sepanjang sejarah. Acub mampu membangkitkan solidaritas dan kebanggaan bersama.
Hal monumental lain yang dilakukan Acub adalah keberhasilannya membangun kantor gubernur yang megah di Dok II, membangun Gedung Olahraga (GOR), dan Kantor KONI di APO, Jayapura. Sementara itu, Stadion Mandala dipugar saat Brigjen Acub Zainal itu masih menjadi Pangdam XVII, Cenderawasih. (E-2)